Senin, 11 Februari 2013

Sospol (Masalah dan solusi korupsi di Indonesia)






MASALAH DAN SOLUSI
KORUPSI DI INDONESIA






                    NAMA      : SEFTIA DEWI AYUNINGTIAS
                              NIM           :111311013
                              JURUSAN : AKUNTANSI / I




JL. Citraraya Utama Barat Blok I 10 no.27,29,30,46,48
Griya Harsa II Citra Raya,Cikupa Tangerang 15710





KATA  PENGANTAR

            Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini.Saya juga bersyukur atas berkat rezeki dan kesehatan yang diberikan kepada saya sehingga saya dapat mengumpulkan bahan – bahan materi makalah ini dari buku referensi dan sumber informasi lainnya.Saya telah berusaha semampu saya untuk mengumpulkan berbagai macam bahan tentang situasi politik di Indonesia.
            Saya sadar bahwa makalah yang saya buat ini masih jauh dari sempurna, karena itu saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik lagi.Oleh karena itu saya mohon bantuan dari dosen.
            Demikianlah makalah ini saya buat, apabila ada kesalahan dalam penulisan, saya mohon maaf yang sebesarnya dan sebelumnya saya mengucapkan terima kasih.
























DAFTAR  ISI


KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakan Masalah…………………………………………………………………...1
  1. Ruang Lingkup Masalah ………………………………………………………………...2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Korupsi ……………………………………………………………………....3
  1. Penyebab Terjadinya Korupsi……………………………………………………………4
  2. Bentuk dan Ruang Korupsi………………………………………………………………6
  3. Akibat Terjadinya Korupsi……………………………………………………………….7
  4. Masalah dalam Memberantas Korupsi…………………………………………………...10
  5. Cara Menanggulangi Korupsi…………………………………………………………....11
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan ………………………………………………………………………………16
B.     Saran……………………………………………………………………………………...17
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………...18




















BAB I
PENDAHULUAN




A.LATAR BELAKANG MASALAH
         Korupsi benar-benar telah menjadi permasalahan akut dan sistemik yang sangat membahayakan dan merugikan negara maupun masyarakat, terlebih di negara kecil dan berkembang seperti Indonesia. Padahal,masyarakat pada umumnya bukannya tidak menyadari bahwa korupsi telah menciderai rakyat miskin dengan terjadinya penyimpangan dana yang semestinya diperuntukkan bagi pembangunan dan kesejahteraan mereka. Korupsi juga telah mengikis kemampuan pemerintah untuk menyediakan pelayanan dan kebutuhan dasar bagi rakyatnya, sehingga pemerintah tidak mampu lagi menyediakan kebutuhan pangan bagi masyarakatnya secara adil. Lebih jauh lagi, korupsi bahkan telah meruntuhkan demokrasi dan penegakan hukum, mengakibatkan terjadinya pelanggaran terhadap Hak Azasi Manusia, mengacaukan pasar, mengikis kualitas kehidupan dan memicu terjadinya kejahatan terorganisir, terorisme dan ancaman-ancaman lainnya terhadap keamanan masyarakat, serta menghambat masuknya bantuan dan investasi asing. Dengan kata lain, korupsi merupakan salah satu elemen yang turut memberikan kontribusi bagi terjadinya keterbelakangan dan buruknya kinerja ekonomi Indonesia, sekaligus merupakan salah satu penghambat utama bagi pembangunan dan upaya pengentasan kemiskinan.                                                                                                 Peraturan perundang-undangan (legislation) merupakan wujud dari politik hukum institusi Negara dirancang dan disahkan sebagai undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi.Secara parsial, dapat disimpulkan pemerintah dan bangsa Indonesia serius melawan dan memberantas tindak pidana korupsi di negeri ini.Tebang pilih. Begitu kira-kira pendapat beberapa praktisi dan pengamat hukum terhadap gerak pemerintah dalam menangani kasus korupsi akhir-akhir  ini.Gaung pemberantasan korupsi seakan menjadi senjata ampuh untuk dibubuhkan dalam teks pidato para pejabat Negara, bicara seolah ia bersih, anti korupsi. Masyarakat melalui LSM dan Ormas pun tidak mau kalah, mengambil manfaat dari kampanye anti korupsi di Indonesia. Pembahasan mengenai strategi pemberantasan korupsi dilakakukan dibanyak ruang seminar, booming anti korupsi, begitulah tepatnya.Meanstream perlawanan terhadap korupsi juga dijewantahkan melalui pembentukan lembaga Adhoc, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


B. RUANG LINGKUP MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Pengertian korupsi
2. Penyebab terjadinya korupsi
3. Bentuk dan ruang korupsi
4. Akibat terjadinya korupsi
5. Masalah dalam upaya menanggulangi korupsi
6. Bagaimana cara menanggulangi korupsi




































BAB II
PEMBAHASAN



A. PENGERTIAN KORUPSI
        Definisi korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
UU NO.31/1999 jo UU No.20/2001 menyebutkan bahwa pengertian korupsi mencakup perbuatan:
  • Melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan /perekonomian negara (pasal 2).
  • Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/perekonomian negara (pasal 3)
  • Kelompok delik penyuapan (pasal 5,6, dan 11)
  • Kelompok delik penggelapan dalam jabatan (pasal 8, 9, dan 10)
  • Delik pemerasan dalam jabatan (pasal 12)
  • Delik yang berkaitan dengan pemborongan (pasal 7)
  • Delik gratifikasi (pasal 12B dan 12C)
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi.Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya.Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak.Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja.Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.



B. PENYEBAB TERJADINYA KORUPSI

Ada beberapa  faktor penyebab terjadinya korupsi yaitu:
        Faktor penyebab korupsi yang paling signifikan di daerah adalah faktor politik dan kekuasaan, dalam arti bahwa korupsi di daerah paling banyak dilakukan oleh para pemegang kekuasaan (eksekutif maupun legislatif) yang menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangan yang dimilikinya untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun untuk kepentingan kelompok dan golongannya.

        Faktor yang kedua adalah faktor ekonomi. Faktor ekonomi ini tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan faktor politik dan kekuasaan. Alasannya pun cenderung masih konvensional, yaitu tidak seimbangnya penghasilan dengan kebutuhan hidup yang harus dipenuhi.         

        Faktor yang ketiga adalah nepotisme. Masih kentalnya semangat nepotisme, baik di sektor publik maupun swasta, di daerah-daerah terutama dalam penempatan posisi yang strategis tidak jarang kemudian menimbulkan penyalahgunaan kewenangan, terutama yang bersangkut paut dengan keuangan negara.                                                                            
        Faktor yang terakhir adalah faktor pengawasan. Lemahnya fungsi pengawasan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga, seperti BPKP maupun Bawasda terhadap penggunaan keuangan negara oleh pejabat-pejabat publik (eksekutif maupun legislatif) merupakan salah satu faktor penting yang turut menumbuh-suburkan budaya korupsi di daerah-daereah. Fungsi kontrol yang semestinya dijalankan oleh lembaga legislatif pun pada kenyataannya seringkali tidak efektif, yang disebabkan karena lembaga legislatif itu sendiri pun seringkali terlibat dalam penyimpangan dan penyalahgunaan keuangan negara yang dilakukan oleh eksekutif.
Dan menurut Komisi IV DPR-RI, terdapat tiga belas indikasi yang menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia, yaitu :
  1. Pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi.
  2. Penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri.
  3. Penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri.
  4. Dalam buku Sosiologi Korupsi oleh Syed Hussein Alatas, disebutkan ciri-ciri korupsi antara lain sebagai berikut :
  5. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.
  6. Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan.
  7. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungann timbale balik.
  8. Berusaha menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik perlindungan hukum.
  9. Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan mereka yang mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
  10. Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau masyarakat umum.
  11. Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.
  12. Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif.
  13. Perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam masyarakat.


C. BENTUK DANRUANG KORUPSI

        Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 sebagai Pengganti Undang-Undang Nomor 3 tahun 1971, dikatakan bahwa perbuatan korupsi mengandung lima unsur;
(1) Melawan hukum atau pertentangan dengan hukum
(2) Memperkaya dirisendiri atau orang lain atau korporasi
(3) Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
(4) Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi
(5) Menyalahgunakan kewenagan, kesempatan, dan saranayang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
        Berdasarkan pemahaman pengertian korupsi diatas, maka dari kaca mata akademis, Korupsi dalam kehidupan sehari-hariakan menampilkan tiga bentuk, yaitu
(1) korupsi epidemis, ruang lingkupnya berhubungan langsung dengan berbagai
kegiatan pemerintahan yang menyangkut kepentingan masyarakat. Wujudnya dapat berupa jasa kesejahteraan masyarakat (pendidikan, perumahan, pertanian, listrik, dan lain sebagainya, perangkat undang-undang (perpajakan, pengendalian harga dan sebagainya), serta jasa (SIM, KTP, Sertifikat Tanah,surat perizinan dan lain-lain)
(2) Korupsi terencana,ruanglingkupnya berhubungan dengan tujuan-tujuan politis, bentuk ini sengaja direncanakan bagi keperluan operasional
pemerintahan yang memang tidak dibiayai oleh anggaran (akan nampak apabila berhubungan dengan suatu pemilihan, isu money politik paling utama terjadi
(3) Korupsi pembangunan, ruang lingkupnya berhubungan dengan fungsi pemerintah
sebagai pengatur perekonomian yang memiliki peran penting dalam pemerintah sebagai pengantur perekonomian yang memiliki peran penting dalam berhubungan dengan para pengusaha, usahawan, importir-eksportir, produsen, penyalur dan sebagainya.
        Korupsi tidak saja melingkupi pejabat publik yang menyalahgunakan kekuasaan, namun setiap orang yangmenyalahgunakan kedudukan atau kemampuannya untuk memperoleh uang dengan cara haram. Jika semua orangbertindak untuk bisa mempercepat proses dalam jalur administrasi dibirokrasi dengan berbagai cara, tentu praktek suapmenyuap merupakan perbuatan yang umum dilakukan. Nampaknya kita sudah akrab dengan komisi terutama para petugaspenyelenggara pelayan publik atas jasa perepatan birokrasi yang telah diberikan.
Indonesia telah memiliki perlengkapan dan strategi untuk memberantas korupsi, yaitu berbagai undang-undang dan sebuah lembaga yang memiliki kewenangan yang besar (seperti Komisi Pemberantas Korupsi), namun sepanjang turut campurnya penyelenggara negara dalam mempengaruhi dan mengatur proses jalannya peradilan ditambah lagi kekuatan politik yang
ada di partai politik atau kalangan politikus yang ada di DPR termasuk di DPRD dan lebih parah lagi kalau pengaruh itu menggunakan uang dan datangnya dari lembaga tempat mencari keadilan, maka yang timbul adalah budaya suap (termasuk kategori korupsi).
Dari pandangan di atas, mungkin tidak berlebihan kalau kita tidak semata-mata menyalahkan perangkat hukum, danmencari penyebab lain yang paling dominan mengapa korupsi sulit diberantas dengan melihat kepada penegak hukumnya sendiri, dengan demikian usaha pemerintah dan masyarakat beralih pada fokus untuk memperbaiki para penegak hukum.






D. AKIBAT TERJADINYA KORUPSI

        Korupsi berakibat sangat berbahaya begi kehidupan manusia, baik aspek kehidupan sosial, politik, birokrasi, ekonomi,dan individu. Bahaya korupsi bagi kehidupan diibaratkan bahwa korupsi adalah seperti kanker dalam darah, sehingga si empunya badan harus selalu melakukan “cuci darah” terus menerus jika ia menginginkan dapat hidup terus.Secara aksiomatik, akibat korupsi dapat dijelaskan seperti berikut:
a.       Bahaya korupsi terhadap masyarakat dan individu.
        Jika korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela dan menjadi makanan masyarakat setiap hari, maka akibatnya akan menjadikan masyarakat tersebut sebagai masyarakat yang kacau, tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan baik. Setiap individu dalam masyarakat hanya akanmementingkan diri sendiri (self interest), bahkan selfishness.Tidak akan ada kerjasama dan persaudaraan yang tulus.
Fakta empirik dari hasil penelitian di banyak Negaradan dukungan teoritik oleh para saintis sosial menunjukkan bahwa korupsi berpengaruh negatif terhadap rasa keadilan sosial dan kesetaraan sosial.Korupsi menyebabkan perbedaan yang tajam di antara kelompok sosial dan individu baik dalam hal pendapatan, prestis, kekuasaan dan lain-lain.
Korupsi juga membahayakan terhadap standar moral dan intelektual masyarakat.Ketika korupsi merajalela, maka tidak ada nilai utama atau kemulyaan dalam masyarakat.Theobald menyatakan bahwa korupsi menimbulkan iklim ketamakan, selfishness, dan sinisism.Chandra Muzaffar menyatakan bahwa korupsi menyebabkan sikap individu menempatkan kepentingan diri sendiri di atas segala sesuatu yang lain dan hanya akan berfikir tentang dirinya sendiri semata-mata.Jika suasana iklim masyarakat telah tercipta demikian itu, maka keinginan publik untuk berkorban demi kebaikan dan perkembangan masyarakat akan terus menurun dan mungkin akan hilang.

b.      Bahaya korupsi terhadap generasi muda.
        Salah satu efek negatif yang paling berbahaya dari korupsi pada jangka panjang adalah rusaknya generasi muda. Dalam masyarakat yang korupsi telah menjadi makanan sehari-harinya, anak tumbuh dengan pribadi antisosial, selanjutnya generasi muda akan menganggap bahwa korupsi sebagai hal biasa (atau bahkan budayanya), sehingga perkembangan pribadinya menjadi terbiasa dengan sifat tidak jujur dan tidak bertanggungjawab.Jika generasi muda suatu bangsa keadaannya seperti itu, bisa dibayangkan betapa suramnya masa depan bangsa tersebut.

c.       Bahaya korupsi terhadap politik.
        Kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan pemerintahan dan pemimpin masyarakat yang tidak legitimate di mata publik. Jika demikian keadaannya, maka masyarakat tidak akan percaya terhadap pemerintah dan pemimipin tersebut, akibatnya mereka tidak akan akan patuh dan tunduk pada otoritas mereka.Praktik korupsi yang meluas dalam politik seperti pemilu yang curang, kekerasan  dalam pemilu, money politics dan lain-lain juga dapat menyebabkan rusaknya demokrasi, karena untuk mempertahankan kekuasaan, penguasa korup itu akan menggunakan kekerasan (otoriter) atau menyebarkan korupsi lebih luas lagi di masyarakat.
Di samping itu, keadaan yang demikian itu akan memicu terjadinya instabilitas sosial politik dan integrasi sosial, karena terjadi pertentangan antara penguasa dan rakyat. Bahkan dalam banyak kasus, hal ini menyebabkan jatuhnya kekuasaan pemerintahan secara tidak terhormat, seperti yang terjadi di Indonesia.

d.      Ekonomi
        Korupsi merusak perkembangan ekonomi suatu bangsa.Jika suatu projek ekonomi dijalankan sarat dengan unsur-unsur korupsi (penyuapan untuk kelulusan projek, nepotisme dalam penunjukan pelaksana projek, penggelepan dalam pelaksanaannya dan lain-lain bentuk korupsi dalam projek), maka pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dari projek tersebut tidak akan tercapai.
Penelitian empirik oleh Transparency International menunjukkan bahwa korupsi juga mengakibatkan berkurangnya investasi dari modal dalam negeri maupun luar negeri, karena para investor akan berfikir dua kali ganda untuk membayar biaya yang lebih tinggi dari semestinya dalam berinvestasi (seperti untuk penyuapan pejabat agar dapat izin, biaya keamanan kepada pihak keamaanan agar investasinya aman dan lain-lain biaya yang tidak perlu). Sejak tahun 1997, investor dari negara-negera maju (Amerika, Inggris dan lain-lain) cenderung lebih suka menginvestasikan dananya dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI) kepada negara yang tingkat korupsinya kecil.

e.       Birokrasi
        Korupsi juga menyebabkan tidak efisiennya birokrasi dan meningkatnya biaya administrasi dalam birokrasi. Jika birokrasi telah dikungkungi oleh korupsi dengan berbagai bentuknya, maka prinsip dasar birokrasi yang rasional, efisien, dan kualifikasi akan tidak pernah terlaksana. Kualitas layanan pasti sangat jelek dan mengecewakan publik. Hanya orang yang berpunya saja yang akan dapat layanan baik karena mampu menyuap.Keadaan ini dapat menyebabkan meluasnya keresahan sosial, ketidaksetaraan sosial dan selanjutnya mungkin kemarahan sosial yang menyebabkan jatuhnya para birokrat.
        Korupsi selalu membawa konsekuensi. Konsekuensi negatif dari korupsi sistemik terhadap proses demokratisasi dan pembangunan yang berkelanjutan adalah:
1.      Korupsi mendelegetimasi proses demokrasi dengan mengurangi kepercayaan publik terhadap proses politik melalui politik uang.
2.      Korupsi mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan publik, membuat tiadanya akuntabilitas publik, dan menafikan the rule of law. Hukum dan birokrasi hanya melayani kepada kekuasaaan dan pemilik modal.
3.      Korupsi meniadakan sistim promosi dan hukuman yang berdasarkan kinerja karena hubungan patron-client dan nepotisme.
4.      Korupsi mengakibatkan proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga mengganggu pembangunan yang berkelanjutan.                                                                                              
5.      Korupsi mengakibatkan kolapsnya sistem ekonomi karena produk yang tidak kompetitif dan penumpukan beban hutang luar negeri.


E. MASALAH – MASALAH DALAM  MEMBERANTAS KORUPSI

     UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime—Kantor PBB Untuk Masalah Obat-Obatan Terlarang dan Tindak Kejahatan) mengemukakan bahwa setidak-tidaknya ada empat kendala atau “berita buruk” (bad news) bagi upaya pemberantasan korupsi di dunia, termasuk di Indonesia dan daerah-daerah.
     Berita buruk yang pertama adalah kurangnya dana yang diinvestasikan pemerintah untuk program pemberantasan korupsi.
     Berita buruk yang kedua adalah kurangnya bantuan yang diberikan oleh negara-negara donor bagi program pemberantasan korupsi.
     Berita buruk yang ketiga adalah kurangnya pengetahuan dan pengalaman aparat-aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi.
     Berita buruk yang keempat adalah rendahnya insentif dan gaji para pejabat publik.Diluar masalah-masalah di atas, ada pula beberapa hal lain yang turut menghambat upaya pemberantasan korupsi di daerah.
Diantara kelemahan-kelemahan tersebut adalah:
(i)                 tidak jelasnya pembagian kewenangan antara jaksa, polisi dan KPK dan tidak adanya prinsip pembuktian terbalik dalam kasus korupsi.
(ii)                lemahnya dan tidak jelasnya mekanisme perlindungan saksi, sehingga seseorang yang dianggap mengetahui bahwa ada penyelewengan di bidang keuangan tidak bersedia untuk dijadikan saksi/memberikan kesaksian.Hambatan yang kedua berkaitan dengan kurangnya transparansi lembaga eksekutif dan legislatif terhadap berbagai penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara. Mekanisme pemeriksaan terhadap pejabat–pejabat eksekutif dan legislatif juga terkesan sangat birokratis, terutama apabila menyangkut izin pemeriksaan terhadap pejabat-pejabat yang terindikasi korupsi. Hambatan yang ketiga berkaitan dengan integritas moral aparat penegak hukum serta ketersediaan sarana dan prasarana penunjang keberhasilan mereka dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi. Hambatan yang keempat berkaitan dengan masalah kultur/budaya, dimana sebagian masyarakat telah memandang korupsi sebagai sesuatu yang lazim dilakukan secara turun-temurun, disamping masih kuatnya budaya enggan untuk menerapkan budaya malu.


F. CARA MENANGGULANGI KORUPSI
Petter Langseth mengungkapkan bahwa setidak-tidaknya ada empat strategi yang dapat diterapkan untuk mengurangi intensitas korupsi di daerah, yaitu:
1. Memutus serta merampingkan (streamlining) jaringan proses birokrasi yang bernuansa primordial di kalangan penentu kebijakan, baik itu yang berada di lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif, sehingga tata kerja dan penempatan pejabat pada jabatan atau posisi-posisi tertentu benar-benar dapat dilaksanakan secara akuntabel dan profesional serta dilaksanakan dengan pertimbangan profesionalisme dan integritas moral yang tinggi;
2. Menerapkan sanksi pidana yang maksimal secara tegas, adil dan konsekuen tanpa ada diskriminasi bagi para pelaku korupsi, dalam arti bahwa prinsip-prinsip negara hukum benar-benar harus diterapkan secara tegas dan konsekuen, terutama prinsip equality before the law;
3.   Para penentu kebijakan, baik di bidang pemerintahan maupun di bidang penegakan hukum harus memiliki kesamaan visi, profesionalisme, komitmen, tanggungjawab dan integritas moral yang tinggi dalam menyelesaikan kasus-kasus korupsi; dan
4.   Memperjelas serta memperkuat mekanisme perlindungan saksi.

Di  Indonesia sendiri terdapat Badan penanggulangan korupsi yaitu KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. "Kekuasaan manapun" yang dimaksud di sini adalah kekuatan yang dapat memengaruhi tugas dan wewenang KPK atau anggota Komisi secara individual dari pihak eksekutif, yudikatif, legislatif, pihak-pihak lain yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi, atau keadaan dan situasi ataupun dengan alasan apapun.
Tujuan didirikannya KPK  adalahKomisi Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.



KPK mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:

Sesuai UU No. 30 Tahun 2002, KPK mempunyai tugas;
  1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
  2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
  3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
  4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
  5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam melaksanakan tugas koordinasi, KPK berwenang :
  1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;
  2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;
  3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;
  4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; danMeminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
Dalam upaya memberantas korupsi mempunyai KPK mempunyai ketua untuk memimpin dan mengatur strategi memberantas korupsi berikut daftar yang pernah menjadi ketua KPK.


Setelahsempattertunda-tundaakhirnya Komisi III  DPRberhasilmemilihpimpinanbarusebagaipendekarbaru yang akanmembabadparakoruptor yang ada di negeriini,sehingga Indonesia kedepan  relatif  lebihbersihdari   berbagai skanda-skandal yang telahmeracuniperkembangankarakteristikbangsa Indonesia.

Lasykar KPK yang sekarang di ketuaiolehaktivis anti korupsiasalMakassar,DR.AbrahamSamad  berjanjiakanmembabadskandal-skandalbesar yang selamainimasih tercecer,sehinggaterkesansengajadiabaikanoleh jajaran KPK sebelumnya .Abraham Samadjugasesumbar,bahwaiaakansengajamembelokkannya mengundurkandiri  sekiranyabelum bias mengentaskanskandalbesardalamwaktusetahun.
Memang di depan komisi III DPR,mereka semuanya senada berjanji akan memberantas korupsi yang selama ini sangat kelihatan sangat lamban dan terkesan tebang pilih,serta skandal-skandal yang mengalir terkait partai Demokrat partai yang berkuasa saat ini sepertinya sangat dihindari sehingga beberapa nama yang disebut Nazaruddin belum tersentuh hukum,bahkan dalam pemeriksaanpun terkesan ada yang sengaja membelokkannya.
Rakyat Indonesia mendambakan semua janji itu dapat direalisasikan dengan tuntas terutama skandal Bank Century,WismaAtlet,Hambalang,danskandalkorupsi di Freeport , kasusLapindoBrantas ,mafia hukum,mafiakasusdanmafiasosial lainnya yang selamainimemangsangatsuburhidupnya di jajaranbirokrasiIndonesia.Memangrasanyatidakadilsekiranyabangsa Indonesia membebanisemuaskandaltersebutkepundakjajaranpimpinan KPK sekarang,namunbangsa Indonesia sangatmemahaminya.Memangtidakakan bias tuntassemuanyaakantetapisebagiannyasajapunsudahdianggapsesuatuprestasi yang besar
Olehkarenanyarakyat Indonesia akanselalumemantaunyaberbagaikinerjajajaran KPK yang baruini, danakanmendukungnyaselamakinerjanyasesuai jalursupremasi  hukum  yang seringdisebutsebagai “Hukumsebagaipanglima”.Bagibangsa Indonesia sekarangtidakadaalternatif lain kecualimendukung KPK  yang merupakanpendekardalammemberantaskorupsi yang masihdipercayaolehbangsa Indonesia.





BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN
Setelah menulis laporan ini,maka dapat disimpulkan hal- halberikut diantaranya.
1.      korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
     2.   Ada beberapa  faktor penyebab terjadinya korupsi yaitu:
a. Faktor Politik dan Kekuasaan
b. Faktor Ekonomi
c. Faktor Nepotisme
d. Faktor Pengawasan
  3.   Bentuk – bentuk korupsi:
a. Korupsi Epidemis
b. Korupsi Terencana
c. Korupsi Pembangunan



4.    Akibat terjadinya korupsi:
         a. Bahaya korupsi terhadap masyarakat dan individu
         b. Bahaya korupsi terhadap generasi muda
         c. Bahaya korupsi terhadap politik
d.Bahaya korupsi terhadap ekonomi 
         e. Bahaya korupsi terhadap birokrasi
5. Masalah – masalah yang dihadapi dalam menberantas korupsi
a. Kurangnya dana yang diinvestasikan pemerintah untuk program pemberantasan korupsi.
b. Kurangnya bantuan yang diberikan oleh negara-negara donor bagi program pemberantasan korupsi.                                                                                                                   
 c. Kurangnya pengetahuan dan pengalaman aparat-aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi.                                                                                                                      
 d. Rendahnya insentif dan gaji para pejabat publik.Diluar masalah-masalah di atas, ada pula beberapa hal lain yang turut menghambat upaya pemberantasan korupsi di daerah.

B. SARAN
Setelah melaksanakan proses pembuatan makalah ini , ada beberapa hal yang penulis tuliskan sebagai masukan. Adapun saran – saran tersebut adalah sebagai berikut :
5.      Dalam pembuatan makalah ini sebaiknya kita juga bisa dapat mengerti situasi politik yang     bagaimanakah yang terjadi di Indonesia.
6.      Sebaiknya selalu mengupdate berita tentang situasi politik Indonesia untuk menambah wawasan.
7.      Sebaiknya pendidikan anti korupsi ditanamkan sejak dini agar penyakit korupsi tidak semakin meluas dan merugikan bangsa dan Negara.

DAFTAR PUSTAKA

Irwan, Alexander, “Clean Government dan Budaya Bisnis Asia”, dalam Jurnal Reformasi Ekonomi, Vol. 1. No. 1, Januari-Maret 2000
Senoadji , Indriyanto, Korupsi dan Pembalikan Beban Pembuktian, Penerbit Konsultan Hukum Prof. Seno Adji dan Rekan, Jakarta, 2006
Langseth, Petter, “Bagaimana Memerangi Langsung Praktek Korupsi”, dimuat dalam Jurnal Reformasi Ekonomi, Vol. 1 No. 1 Januari – Maret 2000
Dye, Kenneth M. dan Stapenhurst R., “Pillars of Integrity: The Importance of Supreme Audit Institutions in Curbing Corruption”, dimuat dalam EDI Working Paper, The Economic Development Institute of the World Bank, 1998
Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia. Jakarta. Penerbit Ghalia
Indonesia.

http://hukum.kompasiana.com/2011/12/02/pesan-untuk-kpk-rakyat-butuh-aksi-bukan-janji/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar